Minggu, 14 Juli 2013

Sejarah Kontes Kecantikan Sejagat

Pagelaran kontes kecantikan di dunia tidak serta-merta mati. Pada sekitar tahun 1951 di Inggris, Eric Morley menggelar kontes kecantikan internasional untuk pertama kali.

Kontes kecantikan modern pertama kali digelar di Amerika pada tahun 1854. Namun, kontes ini ternyata diprotes masyarakat Amerika hingga akhirnya kontes tidak berlanjut. Dan uniknya panitia kontes kecantikan pertama di dunia tersebut sebelumnya sukses menggelar kontes kecantikan anjing, bayi, dan burung. Lalu sukses kontes kecantikan hewan tersebut tersebut diuji-coba untuk manusia.
Kontes ini berawal dari festival lomba yang bernama Festival Bikini Contest, kemudian berganti nama menjadi Miss World. Jadi, Miss World adalah kontes kecantikan termasyhur yang tertua di dunia.

Namun beberapa tahun kemudian Eric Morley meninggal sehingga pagelaran tersebut diteruskan istrinya hingga muncul konsep 3B yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behavior (Kepribadian).

Konsep 3B ini sebenarnya hanya untuk memoles kontes kecantikan agar diterima banyak kalangan, karena saat itu masih banyak pihak menolak kontes tersebut, bahkan hingga sekarang.

Penyebabnya tentu saja karena kontes kecantikan dinilai hanya mengekploitasi perempuan. Hingga saat inipun kontes kecantikan masih ditolak para aktivis perempuan di beberapa negara.

Setelah Inggris cukup sukses menggelar kontes kecantikan lalu sukses tersebut merambat ke Amerika meski sebelumnya publik sempat melakukan protes. Pada tahun 1952 sebuah perusahaan pakaian dalam di Amerika mencoba untuk mencari cara mempromosikan produknya dengan menggelar Miss Universe.

Tentu para peserta wajib berbusana bikini agar menarik minat pembeli pakaian dalam tersebut. Pada tahun 1996 Donald Trump membeli hak kontes tersebut untuk ditayangkan di sebuah televisi.

Sementara Indonesia baru ikut-ikutan kontes kecantikan kelas dunia pada tahun 1982 dengan mengirimkan wakilnya, yakni Andi Botenri, secara diam-diam karena di dalam negeri kontes kecantikan semacam itu masih banyak pihak yang menolak.

Tahun berikutnya, 1983, Titi DJ dikirim diam-diam untuk mewakili Indonesia dalam kontes Miss World di London Inggris. Pengiriman diam-diam tersebut dilakukan karena sebelumnya Dr. Daoed Joesoef, saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1977-1982, menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap segala jenis pemilihan kontes kecantikan.

Daoed Joesoef menilai kontes kecantikan hakikatnya adalah sebuah penipuan dan pelecehan terhadap perempuan. Kontes kecantikan hanya untuk meraup keuntungan bisnis perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, atau salon kecantikan, yang bertujuan mengeksploitasi kecantikan perempuan sebagai primitive instinct dan nafsu dasar laki-laki, serta kebutuhan akan uang untuk hidup mewah. Ia menolak habis-habisan kontes kecantikan, meski dirinya lulusan luar negeri yang berpandangan liberal.

Walaupun ada penolakan di dalam negeri, kontes kecantikan tetap digelar untuk pertama kali pada hari ulang tahun Jakarta ke 441 pada 22 Juni 1968 dengan peserta hanya 36 orang dan yang terpilih sebagai None Jakarta yaitu Riziani Malik.

Indonesia baru memiliki kontes kecantikan secara nasional pada tahun 1992 yang digelar oleh Yayasan Puteri Indonsia dengan sponsor pabrikan kosmetik. Seperti dikatakan Menteri Daoed Joesoef, kontes kecantikan selalu berbanding lurus dengan bisnis.[1]

Pada tahun 1992, kontes kecantikan nasional bertitel Puteri Indonesia diizinkan pemerintah karena masih dianggap sopan. Namun sejak tahun 1997 kontes Puteri Indonesia dilarang Presiden Soeharto karena ajang pamer aurat itu disalahgunakan penyelenggara. Ini terjadi karena setahun sebelumnya, penyelenggara secara diam-diam menjadikan kontes tingkat nasional tersebut sebagai ‘batu loncatan’ untuk mengirim pemenangnya, yaitu Alya Rohali untuk mengikuti kontes Miss Universe 1996.

Suasana berubah justru ketika tahun 2000, di masa pemerintahan Gus Dur, kontes Puteri Indonesia kembali diizinkan, namun pemenangnya tidak dikirim ke kontes Miss Universe maupun Miss World. Kebijakan ini tetap dipertahankan sewaktu Megawati memimpin negara ini.

Sungguh patut disayangkan, setelah SBY berkuasa di Istana Negara, pemenang kontes Puteri Indonesia tidak dilarang, bahkan cenderung didukung untuk mengikuti kontes pamer aurat sejagad.

sumber:
voa islam.