Rabu, 13 Agustus 2014

Kisah ISIS Rajam Seorang Wanita

Seorang tokoh agama membacakan putusan sebelum sebuah truk datang dan menurunkan batu-batu berukuran besar dekat taman kota.

Sejumlah militan Negara Islam, yang selama ini sudah dikenal dengan nama ISIS atau Negara Islam di Irak dan Suriah, membawa seorang perempuan berpakaian hitam dari ujung kepala hingga kaki dan menempatkannya di sebuah lubang kecil di tanah. Saat warga berkumpul, kaum militan itu mengatakan kepada mereka untuk menerapkan hukuman, yaitu merajam hingga tewas perempuan itu atas dugaan berzina.

Tak seorang pun dari kerumunan itu yang melangkah maju, kata seorang saksi dalam peristiwa di sebuah kota di Suriah utara itu. Maka dari itu, kaum militan yang sebagian besar ekstremis asing melakukannya sendiri. Mereka melempari Faddah Ahmad dengan batu hingga jenazahnya diseret pergi.

"Bahkan, saat dia dihajar dengan batu, dia tidak menjerit atau bergerak," kata seorang aktivis oposisi yang mengaku telah menyaksikan perajaman di dekat stadion sepak bola dan taman di kota Raqqa, basis utama kelompok ISIS di Suriah.

Perajaman pada 18 Juli lalu itu merupakan yang kedua dalam kurun waktu 24 jam. Sehari sebelumnya, Shamseh Abdullah yang berusia 26 tahun tewas dengan cara yang sama di kota terdekat Tabqa oleh milisi ISIS juga. Keduanya dituduh melakukan hubungan seks di luar nikah.
Pembunuhan semacam itu merupakan yang pertama di wilayah yang dikuasai pemberontak di Suriah utara, di mana militan ISIS telah menguasai daerah luas, meneror penduduk dengan interpretasi ketat hukum Islam, termasuk pemenggalan dan pemotongan tangan para pencuri. Kantor berita AP melaporkan, kaum militan baru-baru ini telah mengikat seorang anak usia 14 tahun di sebuah kayu palang dan meninggalkannya selama beberapa jam di bawah sinar matahari musim panas yang terik sebelum akhirnya menurunkannya. Tindakan itu merupakan hukuman karena bocah itu tidak berpuasa selama Ramadhan.

Militan ISIS juga telah melakukan tindakan brutal terhadap kaum Muslim Syiah dan orang-orang lain yang dalam pandangan mereka murtad. Di negara tetangga Irak, militan ISIS telah membuat kelompok minoritas agama Yazidi lari dari sejumlah kota dan desa. Ribuan warga Yazidi yang melarikan diri telah terdampar di puncak gunung selama berhari-hari. Krisis kemanusiaan itu kemudian mendorong AS untuk melancarkan serangan udara dan menurunkan bantuan lewat udara kepada warga Yazidi minggu ini.

Jumat lalu, Kamil Amin, juru bicara Kementerian Hak Asasi Manusia Irak, mengatakan, ratusan perempuan Yazidi berusia di bawah 35 telah ditahan militan ISIS di sekolah-sekolah di kota Mosul yang merupakan kota terbesar kedua di Irak, yang telah dikuasai militan itu Juni lalu.

Perajaman di Suriah bulan lalu tidak dipublikasikan secara luas ketika itu, tetapi beberapa hari kemudian tiga foto muncul di dunia maya yang tampaknya untuk mendokumentasikan tontonan mengerikan itu. Foto-foto tersebut, menurut AP, konsisten dengan sejumlah laporan kantor berita itu sebelumnya. Foto-foto tersebut, yang di-posting di akun Twitter yang baru dibuat, menunjukkan puluhan orang berkumpul di alun-alun, seorang tokoh agama membacakan sebuah putusan melalui pengeras suara dan beberapa pria berjanggut dengan senapan otomatis membawa atau mengumpulkan batu.

"Seorang perempuan yang telah menikah dirajam di hadapan sejumlah jemaah." Demikian keterangan foto-foto di akun Twitter itu, yang sejak saat itu telah dicabut.

Abu Ibrahim Raqqawi, aktivis yang menyaksikan perajaman Ahmad, mengatakan, penduduk lokal marah melihat milisi asing memaksakan kehendak mereka kepada masyarakat. "Orang-orang terkejut dan tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi. Banyak yang terusik setelah tahu bahwa orang-orang Saudi dan Tunisia yang memberi perintah (seperti) itu," katanya dalam sebuah wawancara lewat Skype. Ahmad, kata dia, tampaknya pingsan, dan ia telah mendengar bahwa perempuan itu sebelumnya dibawa ke rumah sakit di mana dia dibius.

Raqqawi mengatakan, perajaman tersebut terjadi malam hari, sekitar pukul 23.00. Dia tidak bisa melihat darah jenazah karena pakaian hitam yang dikenakannya. Ahmad tidak berteriak atau bergerak, dan meninggal dengan tenang. "Mereka kemudian membawa jenazah itu dalam salah satu mobil mereka dan pergi," katanya.

Dua kasus itu pertama kali dilaporkan Observatorium Suriah untuk HAM yang berbasis di Inggris, yang mengumpulkan informasi melalui sebuah jaringan aktivis di seluruh Suriah. Bassam Al-Ahmad, juru bicara Pusat Dokumentasi Pelanggaran, sebuah kelompok Suriah yang melacak pelanggaran HAM, juga memastikan perajaman itu.

Seorang aktivis yang berbasis di Provinsi Idlib di Suriah utara, yang mengumpulkan informasi dari para aktivis lainnya di Suriah utara, mengatakan Ahmad seorang janda. Seorang pria yang minta untuk hanya diidentifikasi sebagai Asad karena takut akan aksi balas dendam, mengatakan bahwa dalam perajaman yang lain, di Tabqa, warga juga menolak untuk ambil bagian. Aktivis itu juga menegaskan bahwa aksi tersebut dilakukan ISIS.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Suriah, dalam sebuah pernyataan yang di-posting di Twitter, mengecam "perajaman barbar" terhadap seorang perempuan di Tabqa.

Kelompok hak asasi manusia internasional tidak melaporkan perajaman itu. Human Rights Watch mengatakan, pihaknya tidak punya konfirmasi independen tentang kasus itu. "Jika benar, itu merupakan tren yang sangat mengkhawatirkan," kata peneliti Human Rights Watch, Lama Fakih.

"ISIS telah menerapkan aturan yang sangat ketat terhadap penduduk sipil yang telah membuat perempuan dan anak perempuan sangat rentan dan sudah jelas mendiskriminasikan mereka," katanya.

Tindakan itu telah membuat waspada anggota kelompok oposisi utama Suriah yang berjuang untuk menyingkirkan Presiden Bashar Assad dari kekuasaan sejak 2011. "Perilaku-perilaku itu tidak ada hubungannya dengan sifat dan mentalitas masyarakat Suriah," kata Abdelbaset Sieda, anggota senior Koalisi Nasional Suriah yang didukung Barat. Ia mengatakan, Koalisi Nasional Suriah tidak punya konfirmasi resmi tentang kasus perajaman itu meskipun ia tidak mengabaikan hal itu. "Kami menduga tindakan tersebut dilakukan ISIS," katanya.

Gerakan Hazm, sebuah kelompok gerilyawan lain yang aktif di Suriah utara, mengatakan, perajaman itu terjadi. Kelompok itu menambahkan, tindakan tersebut "bertentangan dengan prinsip-prinsip revolusi" dan mendorong dunia internasional akan menahan diri dalam memberikan dukungan kepada pemberontak.

"Dunia harus tahu bahwa setiap kali mereka menunda dukungan nyata kepada kelompok-kelompok moderat yang aktif, itu sama dengan dukungan langsung kepada faksi ekstremis," kata kelompok itu dalam menanggapi pertanyaan tertulis kantor berita AP.

sumber:
kompas.com