Sebuah badai pasir yang parah telah menyebabkan penundaan sejumlah penerbangan.
Badai pasar itu menghalangi para anggota parlemen Kurdi Irak dari utara negara itu datang ke Baghdad. Pasir sangat tebal saat itu sehingga sulit untuk melihat ke seberang Sungai Tigris. Di dalam Parlemen, suasana sama suramnya ketika kesepakatan pada menit-menit terakhir antara blok Syiah yang paling besar dan Sunni tampaknya akan berantakan.
Jabatan ketua parlemen, yang biasanya ditempati seorang Sunni, telah diharapkan untuk dipegang Salim al-Jabouri, yang pada gilirannya akan menunjuk dua orang deputi, yaitu seorang Kurdi dan seorang Syiah. Namun tampaknya, komitmen awal Al-Jabouri untuk mendukung Nouri al-Maliki menjadi perdana menteri untuk ketiga kalinya memicu keributan. Maka, pada gilirannya, Al-Jabouri tidak bisa lagi mengandalkan dukungan dari anggota parlemen blok Al-Maliki.
Dengan situasi yang tidak jelas seperti itu, berhalangannya anggota parlemen dari kalangan Kurdi akibat badai pasir memberikan alasan yang tepat bagi penundaan sesi negosiasi.
Saat para anggota parlemen membuat perhitungan, kaum militan dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah bergerak ke Dhuluiya, sebuah kota Sunni di timur laut Baghdad. Mereka mengebom sebuah jembatan penting di atas Sungai Tigris guna mencegah tentara dari pangkalan terdekat mencapai kota itu. Mereka kemudian dengan mudah menguasai kantor polisi dan menewaskan enam orang petugas, kata sejumlah penduduk kota dan seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri, yang menolak disebutkan namanya karena ia tidak diizinkan untuk berbicara kepada media.
Suku-suku lokal terbelah dalam mendukung ISIS; mayoritas menentang ISIS dan meminta bantuan dari tentara. Sejumlah pasukan dikirim dari dua pangkalan tentara terdekat di Samarra dan Balad, tetapi tentara dari Balad, yang paling dekat, tidak bisa menyeberangi sungai di persimpangan yang paling nyaman karena telah dibom.
Kaum militan menyerang Dhuluiya pada sekitar pukul 4 pagi dan mengambil alih kantor polisi, kata seorang dokter di kota itu yang hanya memberikan nama keluarganya, Issa. "Mereka membawa sebuah truk pickup besar dan sarat dengan bahan peledak dan kemudian meledakan sisi barat jembatan sehingga tidak ada bantuan yang akan datang dari Balad," kata dokter itu.
Kaum militan ISIS kemudian menarik diri dari pusat kota dan mengendalikan hanya sekitar 20 persen dari Dhuluiya.
Para pejabat polisi menyatakan, militan mundur dari pusat kota karena mereka tahu bahwa cepat atau lambat tentara akan datang dan mereka tidak akan mampu untuk melawannya. Penduduk dan pejabat polisi provinsi menduga bahwa orang-orang di daerah yang dikendalikan kaum militan tampaknya mendukung kehadiran mereka.
sumber:
kompas.com
Badai pasar itu menghalangi para anggota parlemen Kurdi Irak dari utara negara itu datang ke Baghdad. Pasir sangat tebal saat itu sehingga sulit untuk melihat ke seberang Sungai Tigris. Di dalam Parlemen, suasana sama suramnya ketika kesepakatan pada menit-menit terakhir antara blok Syiah yang paling besar dan Sunni tampaknya akan berantakan.
Jabatan ketua parlemen, yang biasanya ditempati seorang Sunni, telah diharapkan untuk dipegang Salim al-Jabouri, yang pada gilirannya akan menunjuk dua orang deputi, yaitu seorang Kurdi dan seorang Syiah. Namun tampaknya, komitmen awal Al-Jabouri untuk mendukung Nouri al-Maliki menjadi perdana menteri untuk ketiga kalinya memicu keributan. Maka, pada gilirannya, Al-Jabouri tidak bisa lagi mengandalkan dukungan dari anggota parlemen blok Al-Maliki.
Dengan situasi yang tidak jelas seperti itu, berhalangannya anggota parlemen dari kalangan Kurdi akibat badai pasir memberikan alasan yang tepat bagi penundaan sesi negosiasi.
Saat para anggota parlemen membuat perhitungan, kaum militan dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah bergerak ke Dhuluiya, sebuah kota Sunni di timur laut Baghdad. Mereka mengebom sebuah jembatan penting di atas Sungai Tigris guna mencegah tentara dari pangkalan terdekat mencapai kota itu. Mereka kemudian dengan mudah menguasai kantor polisi dan menewaskan enam orang petugas, kata sejumlah penduduk kota dan seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri, yang menolak disebutkan namanya karena ia tidak diizinkan untuk berbicara kepada media.
Suku-suku lokal terbelah dalam mendukung ISIS; mayoritas menentang ISIS dan meminta bantuan dari tentara. Sejumlah pasukan dikirim dari dua pangkalan tentara terdekat di Samarra dan Balad, tetapi tentara dari Balad, yang paling dekat, tidak bisa menyeberangi sungai di persimpangan yang paling nyaman karena telah dibom.
Kaum militan menyerang Dhuluiya pada sekitar pukul 4 pagi dan mengambil alih kantor polisi, kata seorang dokter di kota itu yang hanya memberikan nama keluarganya, Issa. "Mereka membawa sebuah truk pickup besar dan sarat dengan bahan peledak dan kemudian meledakan sisi barat jembatan sehingga tidak ada bantuan yang akan datang dari Balad," kata dokter itu.
Kaum militan ISIS kemudian menarik diri dari pusat kota dan mengendalikan hanya sekitar 20 persen dari Dhuluiya.
Para pejabat polisi menyatakan, militan mundur dari pusat kota karena mereka tahu bahwa cepat atau lambat tentara akan datang dan mereka tidak akan mampu untuk melawannya. Penduduk dan pejabat polisi provinsi menduga bahwa orang-orang di daerah yang dikendalikan kaum militan tampaknya mendukung kehadiran mereka.
sumber:
kompas.com