Mencari Ilmu dan Berbagi Kelebihan Kekurangan Gadget

Tampilkan postingan dengan label ISIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ISIS. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Agustus 2014

Badai Pasir ISIS

Sebuah badai pasir yang parah telah menyebabkan penundaan sejumlah penerbangan.

Badai pasar itu menghalangi para anggota parlemen Kurdi Irak dari utara negara itu datang ke Baghdad. Pasir sangat tebal saat itu sehingga sulit untuk melihat ke seberang Sungai Tigris. Di dalam Parlemen, suasana sama suramnya ketika kesepakatan pada menit-menit terakhir antara blok Syiah yang paling besar dan Sunni tampaknya akan berantakan.

Jabatan ketua parlemen, yang biasanya ditempati seorang Sunni, telah diharapkan untuk dipegang Salim al-Jabouri, yang pada gilirannya akan menunjuk dua orang deputi, yaitu seorang Kurdi dan seorang Syiah. Namun tampaknya, komitmen awal Al-Jabouri untuk mendukung Nouri al-Maliki menjadi perdana menteri untuk ketiga kalinya memicu keributan. Maka, pada gilirannya, Al-Jabouri tidak bisa lagi mengandalkan dukungan dari anggota parlemen blok Al-Maliki.

Dengan situasi yang tidak jelas seperti itu, berhalangannya anggota parlemen dari kalangan Kurdi akibat badai pasir memberikan alasan yang tepat bagi penundaan sesi negosiasi.
Saat para anggota parlemen membuat perhitungan, kaum militan dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah bergerak ke Dhuluiya, sebuah kota Sunni di timur laut Baghdad. Mereka mengebom sebuah jembatan penting di atas Sungai Tigris guna mencegah tentara dari pangkalan terdekat mencapai kota itu. Mereka kemudian dengan mudah menguasai kantor polisi dan menewaskan enam orang petugas, kata sejumlah penduduk kota dan seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri, yang menolak disebutkan namanya karena ia tidak diizinkan untuk berbicara kepada media.

Suku-suku lokal terbelah dalam mendukung ISIS; mayoritas menentang ISIS dan meminta bantuan dari tentara. Sejumlah pasukan dikirim dari dua pangkalan tentara terdekat di Samarra dan Balad, tetapi tentara dari Balad, yang paling dekat, tidak bisa menyeberangi sungai di persimpangan yang paling nyaman karena telah dibom.

Kaum militan menyerang Dhuluiya pada sekitar pukul 4 pagi dan mengambil alih kantor polisi, kata seorang dokter di kota itu yang hanya memberikan nama keluarganya, Issa. "Mereka membawa sebuah truk pickup besar dan sarat dengan bahan peledak dan kemudian meledakan sisi barat jembatan sehingga tidak ada bantuan yang akan datang dari Balad," kata dokter itu.

Kaum militan ISIS kemudian menarik diri dari pusat kota dan mengendalikan hanya sekitar 20 persen dari Dhuluiya.

Para pejabat polisi menyatakan, militan mundur dari pusat kota karena mereka tahu bahwa cepat atau lambat tentara akan datang dan mereka tidak akan mampu untuk melawannya. Penduduk dan pejabat polisi provinsi menduga bahwa orang-orang di daerah yang dikendalikan kaum militan tampaknya mendukung kehadiran mereka.

sumber:
kompas.com
Share:

Kisah ISIS Rajam Seorang Wanita

Seorang tokoh agama membacakan putusan sebelum sebuah truk datang dan menurunkan batu-batu berukuran besar dekat taman kota.

Sejumlah militan Negara Islam, yang selama ini sudah dikenal dengan nama ISIS atau Negara Islam di Irak dan Suriah, membawa seorang perempuan berpakaian hitam dari ujung kepala hingga kaki dan menempatkannya di sebuah lubang kecil di tanah. Saat warga berkumpul, kaum militan itu mengatakan kepada mereka untuk menerapkan hukuman, yaitu merajam hingga tewas perempuan itu atas dugaan berzina.

Tak seorang pun dari kerumunan itu yang melangkah maju, kata seorang saksi dalam peristiwa di sebuah kota di Suriah utara itu. Maka dari itu, kaum militan yang sebagian besar ekstremis asing melakukannya sendiri. Mereka melempari Faddah Ahmad dengan batu hingga jenazahnya diseret pergi.

"Bahkan, saat dia dihajar dengan batu, dia tidak menjerit atau bergerak," kata seorang aktivis oposisi yang mengaku telah menyaksikan perajaman di dekat stadion sepak bola dan taman di kota Raqqa, basis utama kelompok ISIS di Suriah.

Perajaman pada 18 Juli lalu itu merupakan yang kedua dalam kurun waktu 24 jam. Sehari sebelumnya, Shamseh Abdullah yang berusia 26 tahun tewas dengan cara yang sama di kota terdekat Tabqa oleh milisi ISIS juga. Keduanya dituduh melakukan hubungan seks di luar nikah.
Pembunuhan semacam itu merupakan yang pertama di wilayah yang dikuasai pemberontak di Suriah utara, di mana militan ISIS telah menguasai daerah luas, meneror penduduk dengan interpretasi ketat hukum Islam, termasuk pemenggalan dan pemotongan tangan para pencuri. Kantor berita AP melaporkan, kaum militan baru-baru ini telah mengikat seorang anak usia 14 tahun di sebuah kayu palang dan meninggalkannya selama beberapa jam di bawah sinar matahari musim panas yang terik sebelum akhirnya menurunkannya. Tindakan itu merupakan hukuman karena bocah itu tidak berpuasa selama Ramadhan.

Militan ISIS juga telah melakukan tindakan brutal terhadap kaum Muslim Syiah dan orang-orang lain yang dalam pandangan mereka murtad. Di negara tetangga Irak, militan ISIS telah membuat kelompok minoritas agama Yazidi lari dari sejumlah kota dan desa. Ribuan warga Yazidi yang melarikan diri telah terdampar di puncak gunung selama berhari-hari. Krisis kemanusiaan itu kemudian mendorong AS untuk melancarkan serangan udara dan menurunkan bantuan lewat udara kepada warga Yazidi minggu ini.

Jumat lalu, Kamil Amin, juru bicara Kementerian Hak Asasi Manusia Irak, mengatakan, ratusan perempuan Yazidi berusia di bawah 35 telah ditahan militan ISIS di sekolah-sekolah di kota Mosul yang merupakan kota terbesar kedua di Irak, yang telah dikuasai militan itu Juni lalu.

Perajaman di Suriah bulan lalu tidak dipublikasikan secara luas ketika itu, tetapi beberapa hari kemudian tiga foto muncul di dunia maya yang tampaknya untuk mendokumentasikan tontonan mengerikan itu. Foto-foto tersebut, menurut AP, konsisten dengan sejumlah laporan kantor berita itu sebelumnya. Foto-foto tersebut, yang di-posting di akun Twitter yang baru dibuat, menunjukkan puluhan orang berkumpul di alun-alun, seorang tokoh agama membacakan sebuah putusan melalui pengeras suara dan beberapa pria berjanggut dengan senapan otomatis membawa atau mengumpulkan batu.

"Seorang perempuan yang telah menikah dirajam di hadapan sejumlah jemaah." Demikian keterangan foto-foto di akun Twitter itu, yang sejak saat itu telah dicabut.

Abu Ibrahim Raqqawi, aktivis yang menyaksikan perajaman Ahmad, mengatakan, penduduk lokal marah melihat milisi asing memaksakan kehendak mereka kepada masyarakat. "Orang-orang terkejut dan tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi. Banyak yang terusik setelah tahu bahwa orang-orang Saudi dan Tunisia yang memberi perintah (seperti) itu," katanya dalam sebuah wawancara lewat Skype. Ahmad, kata dia, tampaknya pingsan, dan ia telah mendengar bahwa perempuan itu sebelumnya dibawa ke rumah sakit di mana dia dibius.

Raqqawi mengatakan, perajaman tersebut terjadi malam hari, sekitar pukul 23.00. Dia tidak bisa melihat darah jenazah karena pakaian hitam yang dikenakannya. Ahmad tidak berteriak atau bergerak, dan meninggal dengan tenang. "Mereka kemudian membawa jenazah itu dalam salah satu mobil mereka dan pergi," katanya.

Dua kasus itu pertama kali dilaporkan Observatorium Suriah untuk HAM yang berbasis di Inggris, yang mengumpulkan informasi melalui sebuah jaringan aktivis di seluruh Suriah. Bassam Al-Ahmad, juru bicara Pusat Dokumentasi Pelanggaran, sebuah kelompok Suriah yang melacak pelanggaran HAM, juga memastikan perajaman itu.

Seorang aktivis yang berbasis di Provinsi Idlib di Suriah utara, yang mengumpulkan informasi dari para aktivis lainnya di Suriah utara, mengatakan Ahmad seorang janda. Seorang pria yang minta untuk hanya diidentifikasi sebagai Asad karena takut akan aksi balas dendam, mengatakan bahwa dalam perajaman yang lain, di Tabqa, warga juga menolak untuk ambil bagian. Aktivis itu juga menegaskan bahwa aksi tersebut dilakukan ISIS.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Suriah, dalam sebuah pernyataan yang di-posting di Twitter, mengecam "perajaman barbar" terhadap seorang perempuan di Tabqa.

Kelompok hak asasi manusia internasional tidak melaporkan perajaman itu. Human Rights Watch mengatakan, pihaknya tidak punya konfirmasi independen tentang kasus itu. "Jika benar, itu merupakan tren yang sangat mengkhawatirkan," kata peneliti Human Rights Watch, Lama Fakih.

"ISIS telah menerapkan aturan yang sangat ketat terhadap penduduk sipil yang telah membuat perempuan dan anak perempuan sangat rentan dan sudah jelas mendiskriminasikan mereka," katanya.

Tindakan itu telah membuat waspada anggota kelompok oposisi utama Suriah yang berjuang untuk menyingkirkan Presiden Bashar Assad dari kekuasaan sejak 2011. "Perilaku-perilaku itu tidak ada hubungannya dengan sifat dan mentalitas masyarakat Suriah," kata Abdelbaset Sieda, anggota senior Koalisi Nasional Suriah yang didukung Barat. Ia mengatakan, Koalisi Nasional Suriah tidak punya konfirmasi resmi tentang kasus perajaman itu meskipun ia tidak mengabaikan hal itu. "Kami menduga tindakan tersebut dilakukan ISIS," katanya.

Gerakan Hazm, sebuah kelompok gerilyawan lain yang aktif di Suriah utara, mengatakan, perajaman itu terjadi. Kelompok itu menambahkan, tindakan tersebut "bertentangan dengan prinsip-prinsip revolusi" dan mendorong dunia internasional akan menahan diri dalam memberikan dukungan kepada pemberontak.

"Dunia harus tahu bahwa setiap kali mereka menunda dukungan nyata kepada kelompok-kelompok moderat yang aktif, itu sama dengan dukungan langsung kepada faksi ekstremis," kata kelompok itu dalam menanggapi pertanyaan tertulis kantor berita AP.

sumber:
kompas.com
Share:
Scroll To Top